Golden Rice
Berbicara
mengenai bioteknologi pada masa modern ini, pasti tak akan terlepas dari
istilah yang namanya teknologi transgenik. Transgenik adalah memindahkan
gen dari satu makhluk hidup ke makhluk hidup lainnya, baik dari satu tanaman ke
tanaman lainnya, atau dari gen hewan ke tanaman. Tanaman transgenik adalah
tanaman yang telah disisipi atau memiliki gen asing dari spesies tanaman yang
berbeda atau makhluk hidup lainnya. Gen yang telah diidentifikasi dan
diisolasi, kemudian dimasukkan ke dalam sel tanaman melalui suatu sistem.
Tanaman inilah yang kemudian disebut sebagai tanaman transgenik.
Penggabungan gen asing ini bertujuan untuk mendapatkan tanaman dengan
sifat-sifat yang diinginkan.
Salah
satu contoh tanaman transgenik adalah golden rice. Golden rice
adalah padi varietas baru yang berhasil didapatkan melalui sebuah temuan
mutakhir dalam bidang bioteknologi tanaman pangan yang bukan merupakan hasil
dari persilangan biasa (breeding). Golden rice merupakan padi
transgenik hasil rekayasa genetika dimana produk akhirnya dihasilkan tanaman
padi yang mengandung beta karoten (pro vitamin A) pada bagian endospermanya. Di
dalam tubuh manusia beta karoten ini akan diubah menjadi vitamin A.
Pada
umumnya endosperma pada padi biasa tidak menghasilkan beta karoten sehingga
padi yang dihasilkan akan berwarna putih sampai putih kusam. Namun lain halnya
dengan padi hasil rekayasa genetika ini yang ternyata terdapat kandungan beta
karoten pada bagian endospermanya yang menyebabkan warna beras tersebut seperti
kuning keemasan. Warna berasnya yang keemasan itulah yang menyebabkan varietas
ini disebut dengan golden rice. Golden rice ini memiliki
bentuk dan ukuran yang sama seperti beras pada umumnya.
Penggunaan
rekayasa genetika untuk produksi golden rice ini disebabkan karena tidak
ada plasma nutfah padi yang mampu untuk mensintesis karotenoid. Golden
rice ini awalnya bermula dari sebuah keprihatinan. Salah satu penyebab
rentannya anak-anak terkena penyakit adalah kekurangan nutrisi mikro seperti
vitamin A atau zat besi. Bila hal tersebut terjadi, sistem kekebalan tubuh
mereka akan menurun dan perkembangan tubuh akan terganggu dengan akibat fatal
kematian. Di Negara berkembang seperti Amerika Latin, Asia, dan Afrika, jutaan
anak-anak terancam buta karena kekurangan vitamin A.
Salah
satu upaya untuk menghindari kekurangan nutrisi tersebut adalah dengan
mengonsumsi makanan pokok yang mengandung gizi tinggi. Beras merupakan salah
satu makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat di negara berkembang.
Sehingga akan sangat menguntungkan apabila beras memiliki kandungan provitamin
A. Rekayasa padi golden rice ini memang baru terdengar saat
keberhasilan tersebut termuat dalam jurnal Science pada tahun 2000. Namun
sebenarnya sekitar sepuluh tahun sebelumnya, ilmuwan Jepang telah mengawali
mengisolasi gen yang menyandi jalur biosintesa karotenoid dari bakteri
fitopatogenik Erwinia uredovora. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa gen
CrtI mengkode enzim phytoene desaturase yang bertanggung jawab untuk mengubah
phytoene menjadi lycopene. Beberapa tahun berselang, ilmuwan Eropa melaporkan
bahwa di dalam biji padi terdapat bahan dasar (prekusor) untuk biosintesa
karotenoid, termasuk beta-karoten, yaitu geranyl geranyl diphosphate (GGDP).
Namun secara alami biji padi tidak menghasilkan phytoene karena terjadi
penghambatan fungsi dari enzim phytoene synthase (PHY) dalam mengubah GGDP
menjadi phytoene.
Meskipun
demikian, penghambatan fungsi enzim tersebut bisa dihilangkan dengan cara
mengintroduksi gen phy dari tanaman daffodil (bunga narsis/ bakung) dengan
menggunakan promoter spesifik untuk endosperma. Selain phy dan CrtI, masih ada
satu enzim lagi yang diperlukan untuk mengubah lycopene menjadi beta karoten
yaitu lycopene cyclase (LYC) yang juga berasal dari tanaman daffodil. Transformasi
dengan menggunakan Agrobacterium menunjukkan bahwa modifikasi jalur biosintesa
beta karoten berhasil dilakukan. Hal ini terbukti berdasarkan hasil analisa
fotometrik dengan menggunakan HPLC (high-performance liquid chromatography)
yang menunjukkan adanya karotenoid, termasuk beta karoten, pada golden rice
yaitu 1.6 mikrog/g.
Penelitian
peningkatan kandungan beta karoten pada golden rice terus dilakukan
selama kurang lebih lima tahun. Fokus riset masih bertumpu pada tingkat
efisiensi ke-3 jenis gen yang telah diintroduksikan yaitu psy, crtI dan lyc.
Sehingga pada akhirnya para ahli tersebut merumuskan hipotesa bahwa gen psy-lah
yang paling berperan dalam jalur biosintesa karotenoid tersebut. Untuk menguji
kebenaran hipotesa tersebut, mereka mengisolasi dan menguji efisiensi gen psy
dari berbagai tanaman seperti arabidopsis, wortel, paprika, jagung, tomat,
bahkan padi sendiri. Pengujian awal dilakukan dengan cara overeskpresi gen-gen
psy pada callus jagung. Callus dipilih karena sifat integrasinya yang stabil
terhadap gen yang ditransformasikan (transgene).
Munculnya
golden rice pada tahun 2000 tersebut langsung mendapat reaksi keras
dari para oposisi GMO (genetically modified organism). Sebagian
masyarakat tidak menyetujui budidaya padi emas karena adanya kekhawatiran akan
terjadinya perubahan lingkungan atau ekosistem . Mereka takut golden rice
yang ditanam dapat menularkan sifat mutasinya ke tanaman alami lain. Hal ini
mungkin terjadi bila golden rice ditanam bersama padi jenis lain dalam
satu lahan yang berdekatan sehingga polen (benang sari) golden rice
dapat membuahi padi lain. Hal lain yang ditakutkan adalah apabila sifat yang
diciptakan oleh ilmuwan ternyata bisa berubah dan melenceng jauh dari yang
diharapkan. Masyarakat juga takut mengonsumsi golden rice karena takut
akan membahayakan kesehatan.
Namun
polemik yang muncul tersebut tidak mematahkan semangat dua peneliti utama golden
rice, yaitu Ingo Potrykus dan Peter Beyer, untuk terus berkarya dan
melakukan penelitian dengan tujuan lebih meningkatkan kandungan beta karoten
pada biji padi. Bahkan untuk menjawab polemik yang muncul tersebut, Ingo
Potrykus menulis sebuah artikel dalam jurnal Plant Physiology dengan
judul “Golden Rice and Beyond” yang merupakan penjelasan menyeluruh
terhadap status golden rice dan bagaimana seharusnya masyarakat umum
menyikapinya. Perlu digaris bawahi bahwa, secara umum tanaman pangan transgenik
merupakan tanaman yang dianalisa secara paling baik dalam sejarah. Proses
pengujian resikonya dilakukan secara detail dan hati-hati. Demikian juga dengan
golden rice yang telah menjalani berbagai tes sejak pertama kali
dibuat.
Sejauh
ini, ahli ekologi dan mereka yang menentang teknologi transgenik menilai bahwa
tidak ada pengaruh lingkungan dari padi emas karena secara alami semua tanaman
memproduksi karetinoid dalam jumlah yang tinggi. Sehingga endosperma beras yang
mengandung beta karoten tidak akan membentuk satu jenis substan baru di
lingkungan. Hal yang masih diperdebatkan sampai saat ini adalah dampak
introgresi gen transgenik ke tipe liar yang dianggap dapat mengancam
biodiversitas lokal atau mengubah pola tani tradisional. Peralihan fungsi
tanaman transgenik menjadi gulma didasari pada sifat dasar tanaman untuk
menjadi gulma dengan tingkatan yang beragam. Banyaknya kasus gizi buruk
termasuk kekurangan vitamin A menjadikan golden rice sebagai makanan
pokok yang dapat membantu mensuplai vitamin A bagi mereka yang tidak mampu
membeli makanan yang mengandung vitamin A dalam memenuhi asupan kebutuhan gizi
sehari-hari.
Manfaat dari pembuatan beras emas
(golden rice) adalah mampu menyediakan rekomendasi harian yang dianjurkan dari
vitamin dalam 100-200 gram beras sehingga dengan mengkomsumsi beras emas
(golden rice) ini dapat menyediakan kebutuhan vitamin A dan karbohidrat yang
diperlukan oleh tubuh. Mengatasi kekurangan vitamin A karena mengandung beta
karoten tinggi.
Kerugian dari Golden Rice adalah kekhawatiran terhadap
golden rice dalam hal kesehatan antara lain karena ada kekhawatiran zat
penyebab alergi (alergen) berupa protein dapat ditransfer ke bahan pangan,
terjadi resistensi antibiotik karena penggunaan marker gene, dan terjadi
outcrossing, yaitu tercampurnya benih konvensional dengan benih hasil rekayasa
genetika yang mungkin secara tidak langsung menimbulkan dampak terhadap
keamanan pangan. Terhadap lingkungan dan perdagangan, pangan hasil rekayasa
genetika (PRG) dikhawatirkan merusak keanekaragaman hayati, menimbulkan
monopoli perdagangan karena yang memproduksi PRG (dalam hal ini Golden rice)
secara komersial adalah perusahaan multinasional, menimbulkan masalah paten
yang mengabaikan masyarakat pemilik organisme yang digunakan di dalam proses
rekayasa, serta pencemaran ekosistem karena merugikan serangga nontarget
misalnya.
Daftar
pustaka
Anonymous. The Golden
Rice Project. http://www.golden rice.org. 2005 Diakses pada tanggal 9 Maret
2015 Pukul 19.00 WIB
Emeritus, et al. Plant
Physiology. Vol. 125 no. 3 1157-1161. http://www.plantphysiology.org. 2011 Diakses
pada tanggal 9 Maret 2015 pukul 21.00 WIB
Hadiarto, T. Padi Emas:
Salah Satu Jawaban untuk Kebutuhan vitamin A. 2005 Diakses pada tanggal 10
Desember 2015 pukul 16.00 WIB
Ivan, F.X. The End of
Golden Rice Controversy. Atma Nan Jaya. Volume 20 no. 2.
http://lib.atmajaya.ac.id. 2005 . Diakses pada tanggal 10 Maret 2015 pukul
19.30 WIB